Jika ukuran sukses adalah materi yang dimiliki seseorang, maka tak ada yang meragukan bahwa Bob Sadino adalah seorang yang sukses. Demikian pula jika ukurannya adalah kebebasan dalam membuat pilihan, mungkin Anda sudah paham betul dengan gaya pakaiannya. Kemana-mana Bob memilih menggunakan celana pendek sebagai pakaian utamanya, bahkan saat bertemu dan berada dalam satu forum dengan presiden RI, mulai dari Presiden Soeharto hingga Presiden SBY. Namun materi maupun kebebasan bukanlah ukuran sukses bagi pemilik Kem Chicks Grup ini. Sukses, menurut Bob, adalah proses. Proses di mana seseorang senantiasa siap menerima kegagalan. “Kalau orang lain menolak kegagalan, saya menerima semua kegagalan,” dalam suatu kesempatan wawancara dengan PasarInfo.com di rumahnya di kawasan Lebak Bulus. Hanya saja, jangan Anda menanyakan kunci sukses pada Bob. Bob selalu menyebut dirinya tak punya kunci sukses. “Jika sukses ada kuncinya, saya akan jualan kunci. Pasti laku keras, “ kata pemilik nama asli Bambang Mustari Sadino ini. Gaya nyentrik Bob memang tak sebatas pada pakaian. Pada tingkat ide dan pemikiran, penggemar nomor 2121 ini juga bisa dipandang aneh oleh kebanyakan orang. Sekolah formal yang dipercaya banyak orang tua untuk mendidik anak-anak dianggap sebagai racun. Pemilik supermarket yang identik dengan pasar ekspatriat ini pun menyatakan dirinya tak pernah punya rencana, termasuk rencana bisnis. Bob menyebut, kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak berpikir membuat rencana sehingga tidak segera melangkah. Membuat rencana dan bahkan tujuan adalah salah satu cara berpikir khas orang-orang “produk sekolahan.” “Saya itu orang yang tidak pernah punya tujuan. Jadi saya tidak bikin rencana. Karena tidak bikin rencana, apapun dan kemanapun jadi, “ jelas ayah dua orang anak dan 3 cucu ini. Saat ini, pria berusia 75 tahun ini tengah mengembangkan proyek properti di area Kem Chicks Kemang bersama grup pengembang Agung Sedayu. Jika orang lain dengan tegas menyatakan siapa target market bisnisnya, Bob memilih untuk tak membatasi sasaran calon penghuni apartemennya. Berikut adalah petikan wawancara antara PasarInfo.com dengan Bob Sadino tentang berbagai hal pada pertengahan Juli 2008 lalu: Anda sedang membangun Apartemen The Mansion di Kemang, siapa target marketnya: Saya tidak memilih siapa yang akan menghuni di situ. Tapi kebiasaan Kem Chicks, untuk segala hal kita pasang harga yang mahal. Dengan harga yang mahal itu, konsumen tersaring sendiri. Jadi untuk siapa? Ya siapa pun yang bisa bayar. Untuk para ekspatriat? Kem Chicks dari awal tak pernah mengkhususkan kegiatannya untuk ekspat, tapi untuk semua orang. Cuma, karena mungkin produk yang dijual itu 30 persen lebih tak ada di tempat lain dan merupakan makanan ekspat, ya otomatis mereka yang banyak datang. Ide menetapkan harga premium? Saya seorang wiraswasta, ya tidak pake ide-idean. Ya begitu aja, mengalir aja. Saya itu orang yang tidak pernah punya tujuan. Jadi saya tidak bikin rencana. Karena tidak bikin rencana, apapun dan kemanapun jadi. Anda dulu memilih membeli tanah di wilayah Kemang sebelum menjadi kawasan bisnis penting. Bagaiamana ceritanya? Lagi-lagi saya tidak memilih. Yang ada, wilayah Kemang itu murah. Saya kan tidak punya duit. Saya juga tidak beli, tapi tukar dengan mobil tahun 1968. Anda dikenal sebagai pengritik persoalan pendidikan, bagaimana sebenarnya pendapat Anda? Sekolah itu racun. Otak kamu distruktur. Harus begini, harus begitu. Di luar itu menurut sekolahan tidak benar, bahkan salah. Di mata saya orang yang sekolah itu kaku. Orang sekolah harus begitu, kalau tidak begitu, salah. Saya tidak bisa diikat begitu, harus begini harus begitu. Apakah pemikiran itu sudah ada sejak dulu atau setelah Anda sukses? Saya memang orang yang tidak sekolah tinggi, SMA selesai, tidak berlanjut. Tak ada niat ke perguruan tinggi? Saya tidak pernah mau. Karena saya punya dua kakak laki, dua kakak perempuan, mereka sarjana semua. Saya memilih untuk tidak sekolah. Pilihan dengan sangat sadar. Karena apa? Saya ingin bebas saja ya. Yang perlu Anda tahu ada kata “sekolah”, ada kata “belajar.” Siapa bilang saya tidak sekolah berarti saya tidak belajar. Saya tidak mau terjebak dalam ilmu-ilmu itu. Kalau begitu mengapa masih banyak orang mengandalkan pendidikan agar anak-anaknya berhasil? Saya tidak tahu, justru itu yang menjadi pertanyaan saya. Di luar sana ada 10 juta orang nganggur, dua juta di antaranya sarjana. Saya juga nanya kenapa mereka nganggur. Mungkin ada sesuatu yang salah dalam pendidikan kita. Bagaimana dengan anak-anak Anda, sekolah di mana? Mereka sekolah di tempat terbaik. Santi mau sekolah perhotelan di Singapura. Saya cari sekolah terbaik di sana. Mira mau sekolah perhotelan di Swiss, saya cari sekolah terbaik di Swiss. Setelah lulus, Mira jual pecel lele di pinggir jalan, di Cikini. Saya senang, dia senang. Ada yang mengikuti cara pandang Anda? Cara pandang mungkin bukan, tapi Mira kelihatannya mulai kelihatan tak mau kalah sama bapaknya. Kalau saya mulai dengan bisnis jualan telur 5 kilo di Kemang, dia mulai jualan pecel lele di pinggir jalan. Kita tidak tahu 10 atau 20 tahun lagi seperti apa. Tapi kayaknya dia berpikir, “kalau bapak saya mulai dengan jualan telur, apa salahnya saya jualan pecel lele.” Padahal saat sekolah di Swiss, ibunya kirim 10.000 dollar per bulan. Saat ini ijazah tetap diperlukan untuk mencari kerja, karena perusahaan menetapkan syarat kelulusan tertentu. Bagaimana pendapat Anda? Kalau saya mencari orang yang akan bekerja pada saya, saya tak peduli gelar apa yang dia punyai. Karena sepanjang apa pun gelar, jika dia bekerja di perusahaan saya pasti nol, tak tau apa-apa. Apa kriteria penerimaan tenaga kerja di perusahaan Anda? Pertama, dia mau bekerja atau tidak. Bagaimana mengukurnya? Setelah saya tanya mau bekerja, saya suruh ngepel. Kalau dia mau ngepel berarti dia mau bekerja dong. Minggu pertama dia masuk, saya anggap dia tak tahu apa-apa dan memang tak tahu apa-apa. Bagaimana untuk posisi manajer misalnya? Siapa yang menempatkannya pada posisi manajer, dia tak tahu apa-apa. Selalu dari nol. Anda membebaskan orang yang mau keluar dari perusahaan? Kenapa mesti saya ikat? Tak takut ilmunya dicuri? Yang kita lakukan itu bagi-bagi ilmu, kenapa takut kehilangan. Dan alumni Kem Chicks pasti ditawar tinggi oleh perusahaan lain, dua kali lipat. Saya bahagia dong. Boleh tahu, apa kunci sukses Anda? Kalo sukses itu ada kuncinya, hari ini saya jualan kunci dan pasti laku sekali. Sukses itu bukan pakai kunci. Semua orang selalu nanya begitu, apa kuncinya, apa kiatnya. Sukses itu proses. Buat seorang entrepreneur setiap detik dia siap menerima kegagalan. Kalau orang lain menolak kegagalan, saya menerima semua kegagalan. Itu bedanya. Setiap detik saya menerima kegagalan. Kata orang pinter, orang sukses itu adalah orang yang bangkit lagi setiap mendapatkan kegagalan. Itu orang sukses. Anda pernah tinggal di Eropa, tentu menguasai berbagai bahasa asing. Apakah bisa disebut sebagai penunjang keberhasilan bisnis Anda? Bahasa diakui sebagai salah satu pendukung untuk memulai bisnis. Bukan sebagai kunci, tapi dimulai secara kebetulan. Dari kecil di keluarga saya terbiasa ngomong bahasa Belanda. Saat tinggal di Belanda, juga sering jalan-jalan ke negara-negara di sekitarnya. Karena sering ke Jerman, otomatis saya menguasai bahasa Jerman. Ibu menguasai bahasa Perancis. Jadi kita bisa berbahasa Belanda, Inggris, Jerman, Perancis. Itu kalau mau dianggap sebagai aset atau modal awal, ya bisa. Tapi itu tidak mutlak-mutlak amat. Kalau tidak bisa juga gak apa-apa. Dalam hal penampilan, Anda selalu memilih bercelana pendek? Ada alasannya? Apa perlu alasan? Saat tinggal di Eropa saya merasakan cuaca yang tak karuan. Bila ada matahari 10 menit saja, orang di sana pada keluar untuk menyerap sinar matahari sebanyak-banyaknya. Setelah kembali ke Indonesia, kenapa saya harus pakai celana panjang? Gaya berpakaian ini bisa berlaku pada anak buah Anda? Mungkin mereka risih. Saya tidak pernah menyuruh apa-apa. Silakan saja mau berpakaian seperti apa. Ngomong-ngomong, nama panggilan Bob itu dari mana? Di mulai sejak saya punya pelanggan orang asing. Nama itu mudah diucapkan. Sepertinya Anda sangat menikmati hidup ini, pernah mengalami stres? Saya kira stres itu manusiawi. Ya pernah, tapi kalau ditanya karena apa, saya tidak tahu. Tapi saya bisa mengatakan saya tidak pernah stres karena bisnis |
Jumat, 09 Januari 2009
Bob Sadino - Sukses Itu Proses
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
isi materinya sangat bagus, saya setuju sekali dengan kebebasan yang terpenting nyaman pada individu tersebut ! tidak ada keterikatan pada suatu hal !
BalasHapus